Oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin
Pada umumnya, seorang wanita jika dalam keadaan hamil akan berhenti haid
(menstruasi). Kata Imam Ahmad, rahimahullah, "Kaum wanita dapat
mengetahui adanya kehamilan dengan berhentinya haid".
Apabila wanita hamil mengeluarkan darah sesaat sebelum kelahiran (dua
atau tiga hari) dengan disertai rasa sakit, maka darah tersebut adalah
darah nifas. Tetapi jika terjadi jauh hari sebelum kelahiran atau
mendekati kelahiran tanpa disertai rasa sakit, maka darah itu bukan
barah nifas. Jika bukan, apakah itu termasuk darah haid yang berlaku
pula baginya hukum-hukum haid atau disebut darah kotor yang hukumnya
tidak seperti hukum-hukum haid ? Ada perbedaan pendapat di antara para
ulama dalam masalah ini.
Dan pendapat yang benar, bahwa darah tadi adalah darah haid apabila
terjadi pada wanita menurut kebiasaan waktu haidnya. Sebab, pada
prinsipnya, darah yang terjadi pada wanita adalah darah haid selama
tidak ada sebab yang menolaknya sebagai darah haid. Dan tidak ada
keterangan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah yang menolak kemungkinan
terjadinya haid pada wanita hamil.
Inilah madzhab Imam Malik dan Asy-Syafi'i, juga menjadi pilihan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah. Disebutkan dalam kitab Al-Ikhtiyarat (hal.30)
:"Dan dinyatakan oleh Al-Baihaqi menurut salah satu riwayat sebagai
pendapat dari Imam Ahmad, bahkan dinyatakan bahwa Imam Ahmad telah
kembali kepada pendapat ini".
Dengan demikian, berlakulah pada haid wanita hamil apa yang juga berlaku
pada haid wanita tidak hamil, kecuali dalam dua masalah :
1. TALAK.
Diharamkan mentalak wanita tidak hamil dalam keadaan haid, tetapi tidak
diharamkan terhadap wanita hamil. Sebab, talak dalam keadaan haid
terhadap wanita tidak hamil menyalahi firman Allah Ta'ala.
إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ
"Artinya : ....Apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang
wajar) ...." [Ath-Thalaaq : 1].
Adapun mentalak wanita hamil dalam keadaan haid tidak menyalahi firman
Allah. Sebab, siapa yang mentalak wanita hamil berarti ia mentalaknya
pada saat dapat menghadapi masa iddahnya, baik dalam keadaan haid
ataupun suci, karena masa iddahnya dengan masa kehamilan. Untuk itu,
tidak diharamkan mentalak wanita hamil sekalipun setelah melakukan jima'
(senggama), dan berbeda hukumnya dengan wanita tidak hamil.
2. IDDAH
Bagi wanita hamil iddahnya berakhir dengan melahirkan, meski pernah haid
ketika hamil ataupun tidak. Berdasarkan firman Allah Ta'ala.
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
"Artinya : Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu
ialah sampai mereka melahirkan kandungannya" [Ath-Thalaaq : 4]
[Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin Nisaa' .
Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin, edisi Indonesia Darah
Kebiasaan Wanita. Penerjemah. Muhammad Yusuf Harun, MA, Terbitan. Darul
Haq Jakarta]
http://almanhaj.or.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar