Oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin
Ada beberapa hal yang terjadi di luar kebiasaan haid :
1. BERTAMBAH ATAU BERKUARNGNYA MASA HAID
Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari, tetapi
tiba-tiba haidnya berlangsung sampai tujuh hari. Atau sebaliknya,
biasanya haid selama tujuh hari, tetapi tiba-tiba suci dalam masa enam
hari.
2. MAJU ATAU MUNDUR WAKTU DATANGNYA HAID
Misalnya, seorang wanita biasanya haid pada akhir bulan lalu tiba-tiba
pada awal bulan. Atau biasanya haid pada awal bulan lalu tiba-tiba haid
pada akhir bulan.
Para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi kedua hal di atas. Namun,
pendapat yang benar bahwa seorang wanita jika mendapatkan darah (haid)
maka dia berada dalam keadaan haid dan jika tidak mendapatkannya berarti
dia dalam keadaan suci, meskipun masa haidnya melebihi atau kurang dari
kebiasaannya. Dan telah disebutkan pada saat terdahulu dalil yang
memperkuat pendapat ini, yaitu bahwa Allah telah mengaitkan hukum-hukum
haid dengan keberadaan haid.
Pendapat tersebut merupakan madzhab Imam Asy-Syafi'i dan menjadi pilihan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pengarang kitab Al-Mughni pun ikut
menguatkan pendapat ini dan membelanya, katanya : "Andaikata adat
kebiasaan menjadi dasar pertimbangan menurut yang disebutkan dalam
madzhab, niscaya di jelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
kepada umatnya dan tidak akan ditunda-tunda lagi penjelasannya, karena
tidak mungkin beliau menunda-nunda penjelasan pada saat dubutuhkan.
Istri-istri beliau dan kaum wanita lainnyapun membutuhkan penjelasan itu
pada setiap saat, maka beliau tidak akan mengabaikan hal itu. Namun,
ternyata tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah menyebutkan tentang adat kebiasaan ini atau
menjelaskannya kecuali yang berkenaan dengan wanita yang istihadhah
saja" [Al-Mughni, Juz 1, hal. 353].
3. DARAH BERWARNA KUNING ATAU KERUH
Yakni seorang wanita mendapatkan darahnya berwarna kuning seperti nanah atau keruh antara kekuning-kuningan dan kehitam-hitaman.
Jika hal ini terjadi pada saat haid atau bersambung dengan haid sebelum
suci, maka itu adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid.
Namun, jika terjadi sesudah masa suci, maka itu bukan darah haid.
Berdasarkan riwayat yang disampaikan oleh Ummu Athiyah Radhiyallahu
'anha.
"Artinya : Kami tidak menganggap apa-apa darah yang berwarna kuning atau keruh sesudah masa suci".
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad shahih. Diriwayatkan pula
oleh Al-Bukhari tanpa kalimat "sesudah masa suci", tetapi beliau
sebutkan dalam "Bab Darah Warna Kuning Atau Keruh Di Luar Masa Haid".
Dan dalam Fathul Baari dijelaskan :"Itu merupakan isyarat Al-Bukhari
untuk memadukan antara hadits Aisyah yang menyatakan, "sebelum kamu
melihat lendir putih" dan hadits Ummu Athiyah yang disebutkan dalam bab
ini, bahwa maksud hadits Aisyah adalah saat wanita mendapatkan darah
berwarna kuning atau keruh pada masa haid. Adapun di luar masa haid,
maka menurut apa yang disampaikan Ummu Athiyah".
Hadits Aisyah yang dimaksud yakni hadits yang disebutkan oleh Al-Bukhari
pada bab sebelumnya bahwa kaum wanita pernah mengirimkan kepadanya
sehelai kain berisi kapas (yang digunakan wanita untuk mengetahui apakah
masih ada sisa noda haid) yang masih terdapat padanya darah berwarna
kuning. Maka Aisyah berkata : "Janganlah tergesa-gesa sebelum kamu
melihat lendir putih", maksudnya cairan putih yang keluar dari rahim
pada saat habis masa haid.
4. DARAH HAID KELUAR SECARA TERPUTUS-PUTUS
Yakni sehari keluar darah dan sehari lagi tidak keluar. Dalam hal ini terdapat 2 kondisi :
Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu, maka
darah itu adalah darah istihadhah, dan berlaku baginya hukum istihadhah.
Jika kondisi ini tidak selalu terjadi pada seorang wanita tetapi
kadangkala saja datang dan dia mempunyai saat suci yang tepat. Maka para
ulama berbeda pendapat dalam menentukan kondisi ketika tidak keluar
darah. Apakah hal ini merupakan masa suci atau termasuk dalam hukum haid
?.
Madzhab Imam Asy-Syafi'i, menurut salah satu pendapatnya yang paling
shahih, bahwa hal ini masih termasuk dalam hukum haid. Pendapat ini pun
menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan pengarang kitab Al-Faiq
(disebutkan dalam kitab Al-Inshaaf), juga merupakan madzhab Imam Abu
Hanifah. Sebab, dalam kondisi seperti ini tidak didapatkan lendir putih ;
kalaupun dijadikan sebagai keadaan suci berarti yang sebelumnya adalah
haid dan yang sesudahnya pun haid, dan tidak ada seorangpun yang
menyatakan demikian, karena jika demikian niscaya masa iddah dengan
perhitungan quru' (haid atau suci) akan berakhir dalam masa lima hari
saja. begitupula jika dijadikan sebagai keadaan suci, niscaya akan
merepotkan dan menyulitkan karena harus mandi dan lain sebagainya setiap
dua hari ; padahal tidaklah syari'at itu menyulitkan. Walhamdulillah.
Adapun yang masyhur menururt madzhab pengikut Imam Ahmad bin Hanbal,
jika darah keluar berarti haid dan jika berhenti berarti suci ; kecuali
apabila jumlah masanya melampui jumlah maksimal masa haid, maka darah
yang melampui itu adalah istihadhah.
Dikatakan dalam kitab Al-Mughni :"Jika berhentinya darah kurang dari
sehari maka seyogyanya tidak dianggap sebagai keadaan suci. Berdasarkan
riwayat yang kami sebutkan berkenaan dengan nifas, bahwa berhentinya
darah yang kurang dari sehari tak perlu diperhatikan. Dan inilah yang
shahih, Insya Allah. Sebab, dalam keadaan keluarnya darah yang
terputus-putus (sekali keluar sekali tidak) bila diwajibkan mandi bagi
wanita pada setiap saat berhenti keluarnya darah tentu hal itu
menyulitkan, padahal Allah Ta'ala berfirman :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
"Artinya : ... Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan..." [Al-Hajj : 78]
Atas dasar ini, berhentinya darah yang kurang dari sehari bukan
merupakan keaadaan suci kecuali jika si wanita mendapatkan bukti yang
menunjukkan bahwa ia suci. Misalnya, berhentinya darah tersebut pada
akhir masa kebiasaannya atau ia melihat lendir putih".[Al-Mughni, Juz 1,
hal. 355].
Dengan demikian, apa yang disampaikan pengarang kitab Al-Mughni
merupakan pendapat moderat antara dua mendapat di atas. Dan Allah Maha
Mengetahui yang benar.
5. TERJADI PENGERINGAN DARAH
Yakni, si wanita tidak mendapatkan selain merasa lembab atau basah (pada kemaluannya).
Jika hal ini terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid
sebelum masa suci, maka dihukumi sebagai haid. Tetapi jika terjadi
setelah masa suci, maka tidak termasuk haid. Sebab, keadaan seperti ini
paling tidak dihukumi sama dengan keadaan darah berwarna kuning atau
keruh.
[Disalin dari buku Risalah Fid Dimaa' Ath-Thabii'iyah Lin Nisaa' .
Penulis Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin, edisi Indonesia Darah
Kebiasaan Wanita. Penerjemah. Muhammad Yusuf Harun, MA, Terbitan. Darul
Haq Jakarta]
http://almanhaj.or.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar